Prosesi Miyos Gongso
Berbicara tentang Yogyakarta tentu tak bisa terlepas dari
segudang kebudayaan yang sangat unik dan tentunya istimewa. Salah satunya yaitu
tradisi Grebeg Sekaten. Ternyata masih banyak orang Jogja yang belum mengetahui apa itu
sekaten, untuk menambah pengetahuan kita tentang kebudayaan Grebeg Sekaten ini
mari kita simak bersama-sama penjelasan dibawah ini.
Dalam tradisi Grebeg Sekaten ada beberapa prosesi yang
dilaksanakan, salah satunya yaitu Miyos Gongso atau turunnya gamelan. Prosesi Miyos Gongso ini sebagai awal mula dimulainya upacara ritual dan
tradisi Sekaten. Prosesi ini merupakan ritual mengeluarkan dua perangkat
gamelan milik keraton. Dimana kedua perangkat gamelan ini diarak langsung dari
keraton ke Mesjid Agung Kauman.
Dua perangkat gamelan ini memiliki nama tersendiri, yaitu Kyai
Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo. Arak-arakan ini diawali dari regol Brojonolo,Siti
Hinggil, pagelaran keraton, Alun-alun utara, hingga berakhir di Mesjid Agung
Kauman. Para pasukan pengiring arak-arakan memiliki nama sebutan masing-masing,
yang mana dibedakan atas pakaian
yang dikenakan.
Para pasukan atau yang lebih
dikenal dengan
sebutan “Abdi Dalem” ini mewakili abdi dalem dari
Bregada Jogokariyan dan Patang Puluhan. Setelah dilakukannya arak-arakan oleh
para abdi dalem, maka perangkat gamelan ini diletakkan ditempat khusus. Dimana
disebut “Pagongan”, namun tidak diletakkan dalam satu ruangan. Melainkan, untuk
Gamelan Kyai Guntur Madu di bagian Kidul (selatan), sedangkan Gamelan Kyai
Nogowilogo diletakkan di bagian Lor (utara).
Hal
yang unik dari upacara ritual Sekaten ini ialah, saat Gamelan Pusaka tersebut
dibunyikan selama seminggu, hingga tiba perayaan Maulid Nabi. Setibanya
perangkat tersebut diletakkan pada masing-masing “Pagongan” (panggung untuk
menempatkan gamelan), dari bagian selatan yaitu Gamelan Kyai Guntur Madu
terlebih dahulu dibunyikan. Para “wiyaga” sebagai sebutan bagi yang mengiringi
atau memulai untuk membunyikan gamelan tersebut.
Suasana
hening yang tampak disana benar-benar memperlihatkan suasana ritual jawa.
Wewangi dupa yang dibakar pun menambah khasnya sebuah ritual adat, dan juga
suara alunan gamelan yang ditabuh. Hal ini lah yang menjadi salah satu daya
tarik bagi masyarakat Yogyakarta. Adapun penabuhan gamelan ini dilakukan setiap
pukul 8 pagi hingga 11 siang, 2 siang hingga 5 sore, dan pukul 8 malam hingga
11 malam, selama seminggu berturut-turut kecuali pada hari kamis atau malam jum’at.
Sebelum
dilakukannya arak-arakan, personil keamanan telah dipersipkan untuk berjaga-jaga disetiap tempat.
Terutama di jalan yang akan dilalui abdi dalem yang mengangkat kedua perangkat
gamelan tersebut. Rata-rata masyarakat yang paling antusias ialah mereka yang
merupakan warga asli Yogyakarta. Terutama mereka yang lanjut usia, ketertarikan
terhadap ritual yang dilakukan oleh keraton lebih besar.
0 komentar: