MAKALAH
MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN PKn DAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan SD
yang dibina oleh Selly Rahmawati, M.Pd.
Oleh:
Anna Mayta Sari (A4-12/12144600127)
Fariha Dwi Etminingsih (A4-12/12144600137)
Lutfi Cahyadi (A4-12/12144600146)
Jamilatun
Wicahyaningrum (A4-12/12144600154)
Windri Ratna
Peni
(A4-12/12144600157)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar ini dapat terselesaikan. Makalah ini berjudul “Model-Model
Pembelajaran Pkn Dan Model Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar”.
Dengan ini kami ucapkan
terimakasih kepada ibu Selly
Rahmawati, M.Pd selaku
dosen pembimbing Pendidikan PKn
Sekolah Dasar Kami ucapkan terimakasih juga kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini. Semoga makalah yang kami
buat dapat bermanfaat bagi kami
maupun bagi pihak yang membacanya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,
masih banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk meningkatkan kualitas dan menyempurnakan makalah ini,
Kami terima dengan terbuka.
Yogyakarta, 26 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................
1
A.
Latar Belakang......................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................
2
C.
Tujuan...................................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN..........................................................................................
3
A. Model-Model
Pembelajaran PKn..........................................................
3
B. Model Pembelajaran Tematik di SD....................................................
18
BAB III
PENUTUP.......................................................................................................
29
A.
Kesimpulan.........................................................................................
29
B.
Saran...................................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
31
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Joice (1982),
Effendi (2003), mengemukakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pelaksanaan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa
hingga tujuan atau kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai
(Dirjen Mendikdasmen, 2006:29).
Sedangkan menurut Richey (1986)
model adalah gambaran yang ditimbulkan dari kenyataan yang mempunyai susunan dari
urutan tertentu. Oleh karena itu rancangan pembelajaran yang dipersiapkan oleh
guru juga merupakan model pembelajaran, dimana didalamnya terdapat urutan
tertentu yang telah dipilih dan ditetapkan mulai dari pendahuluan, kegiatan
inti dan penutup (Dirjen Mandikdasmen, 2006:29).
Clarence Schauer (1971) menyebutkan
model instruksional atau medel pembelajaran sebagai perencana secara akal sehat
untuk mengidentifikasi masalah belajar dan mengusahakan pemecahan tersebut
dengan menggunakan suatu rencana terhadap pelaksanaan, evaluasi, uji coba,
umpan balik dan hasilnya (dalam Atwi Suparman, 2001:29).
Melalui penjelasan di atas kita
dapat lebih mengerti mengenai model pembelajaran itu sendiri, untuk lebih jelas
dan memahami model pembelajaran beserta jenisnya nanti akan dibahas di makalah
ini.
Selain model-model pembelajaran makalah ini juga
akan memaparkan tentang model pembelajaran tematik di SD secara mendetail,
dimana hal ini perlu dijelaskan karena rendahnya mutu pendidikan khususnya
di sekolah dasar, yang diperkuat pula oleh hasil kajian yang dilakukan oleh
Blazelly, dkk (dalam Suderajat, 2004:2) yang menyatakan bahwa: Pembelajaran
di Indonesia cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan
dimana siswa berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang
dipelajarinya di sekolah, guna memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan telah mencabut peserta didik dari
lingkungannya sehingga mereka menjadi asing di dalam masyarakatnya sendiri.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran di tingkat sekolah dasar adalah dengan
penerapkan suatu model pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu atau
integrated learning merupakan suatu konsep yang dapat dikatakan sebagai
pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Bermakna artinya bahwa dalam
pembelajaran terpadu, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari
itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep yang lain
yang sudah mereka pahami.(Tim pengembang D-II dan S-2,1997:6).
Pada dasarnya model pembelajaran terpadu merupakan system pembelajaran yang
memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan
menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan otentik.
Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau
eksplorasi tema menjadi pengendali di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan
berpartisipasi di dalam eksplorasi tema tersebut, para siswa belajar sekaligus
melakukan proses dan siswa belajar berbagai mata pelajaran secara serempak.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja macam-macam model pembelajaran?
2. Apakah
model pembelajaran tematik di sekolah dasar?
C.
Tujuan
1. Untuk
menjelaskan macam-macam model pembelajaran.
2. Untuk
menjelaskan pembelajaran tematik di sekolah dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model-Model Pembelajaran PKn
Secara sederhana,
strategi dapat diartikan sebagai serangkaian langkah yang dipilih untuk
mencapai tujuan atau target (a way of
achieving target). Secara umum Rath dan Kirchenbaum (1972) dalam Dirjen
Mandikasmen (2006:31) mengidentifikasi beberapa model pengembangan sikap
demokratis yang bertanggung jawab. Yang cukup relevan dengan pendididkan
kewarganegaraan antara lain: Pertemuan Kelas Berita Baru (Good New Class Meeting), Cambuk Bersiklus (Circle Whip), Waktu Untuk Penghargaan (Appreciation Time), Waktu Untuk Terhormat (Compliment Time), Pertemuan Perumusan Tujuan (Goal Setting Meeting), Pertemuan Legislasi (Rule Setting Meeting), Pertemuan Evaluasi Aturan (Rule Evaluating Meeting), Pertemuan Perumusan
Langkah Kegiatan (Stage Setting Meeting),
Pertemuan Evaluasi dan Balikan (Feedback
Evaluation), Pertemuan Refleksi Belajar (Selation on Learnings), Forum Siswa (Student Presentation), Pertemuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Meeting), Pertemuan Isue
Akademis (Academic Issues), Pertemuan
Perbaikan Kelas (Classsroom Improvement
Meeting), Pertemuan Tidak Lanjut (Follow
Up Meeting), Pertemuan Perencanaan (Planning
Meeting), Pertemuan Pengembangan Konsep (Concept Meeting), Pembahasan Situasi Pelik (Stiky Situation), Kotak Saran (Suggestion
Box/ Class Box) dan Pertemuan dalam Pertemuan (and Meeting and Meeting).
Strategi pengembangan
sikap demokratis yang bertanggung jawab diatas, dapat dikembangkan ke dalam
starategi pembelajaran dengan memperhatikan kompetensi dasar yang ingin
dicapai. Karakteristik pokok untuk masing-masing strategi tersebut secara
singkat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertemuan Kelas Berita Baru (Good New Class Meeting)
Pertemuan Kelas Berita Baru (Good New Class Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap
melalui pertemuan kelas guna membahas berita actual yang ada di media massa
seperti surat kabar, televise, radio, atau internet. Contohnya, berita tentang
demonstrasi yang berujung dengan perusakan. Dengan membahas berita actual siswa
selalau punya rasa ingin tahu dan peka terhadap masalah actual yang terjadi di
lingkungannya.
2. Cambuk Bersiklus (Circle Whip)
Cambuk Bersiklus (Circle Whip) merupakan strategi pengembangan melalui pertemuan
saling bertanya dan menjawab secara bergiliran setiap orang harus mendengarkan
pertanyaan siswa lain dan menyiapkan pertanyaan untuk siswa lain bukan pemberi
pertanyaan sebelumnya. Contohnya, siswa A bertanya kepada siswa B “mengapa
terjadi tawuran di sekolah?” siswa B menjawab pertanyaan itu, kemudian
mengajukan pertanyaan lain terkait pertanyaan pertama, “Bagaimana cara menjaga
kerukunan antar siswa dan mencegah terjadinya tawuran lagi?”. Dengan cara ini
siswa akan terlatih untuk selalu peka dan tanggap terhadap orang lain.
3. Waktu Untuk Penghargaan (Appreciation Time)
Waktu Untuk Penghargaan (Appreciation Time) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap orang lain
misalnya, menghadiri acara ulang tahun, menghadiri acara duka cita karena ada
orang yang meninggal atau musibah. Dengan cara siswa ini akan terasa nuraninya
untuk selalu menghormati orang lain karena mengakui prestasi yang dicapainya
atau dedikasi yang diberikannya kepada kepentingan umum/orang lain.
4. Waktu Untuk Terhormat (Compliment Time)
Waktu Untuk Terhormat (Compliment Time) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
acara yang secara khusus diadakan atas inisiatif siswa untuk memberikan
penghargaan kepada orang yang sangat dihormati. Misalnya: acara yang diadakan
pada saat ada seorang guru senior atau kepala sekolah akan memasuki perna tugas
atau pensiun. Dengan cara ini siswa akan selalu memiliki empati sebagai bagian
dari tanggung jawab sosial.
5. Pertemuan Perumusan Tujuan (Goal Setting Meeting)
Pertemuan Perumusan Tujuan (Goal Setting Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan yang sengaja diadakan atas inisiatif guru dan/atau siswa untuk merumuskan visi atau tujuan sekolah. Misalnya:
simulasi rapat sekolah untuk merumuskan rencana pemugaran sekolah. Dengan cara
itu siswa akan memiliki rasa memiliki sekolahnya dan pada gilirannya akan
menumbuhkan kecintaan dan tanggung jawab terhadap sekolahnya tanpa harus
diminta.
6. Pertemuan Legislasi (Rule Setting Meeting),
Pertemuan Legislasi (Rule Setting Meeting), merupakan strategi pengembangan sikap
melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun norma atau aturan yang akan
berlaku di sekolah. Misalnya: kapan siswa boleh/tidak memakai seragam sekolah
satu hari dalam seminggu kemudian menuangkannya secara consensus menjadi salah satu butir aturan dalam tata tertib
sekolah. Dengan cara ini siswa akan mampu berpikir kormatif.
7. Pertemuan Evaluasi Aturan (Rule Evaluating Meeting)
Pertemuan Evaluasi Aturan (Rule Evaluating Meeting), merupakan strategi pengembangan sikap
melalui pertemuan untuk mengevaluasi pelaksanaan norma atau aturan yang telah
disepakati dan berlaku di sekolah. Misalnya: simulasi tentang peraturan tentang
hari bebas berpakaian satu hari dalam seminggu kemudian secara consensus menyempurnakan
butir aturan dalam tata tertib sekolah itu agar lebih adil. Dengan cara ini
siswa akan mampu berpikir normative-evaluatif.
8. Pertemuan Perumusan Langkah
Kegiatan (Stage Setting Meeting)
Pertemuan Perumusan Langkah Kegiatan (Stage Setting Meeting), merupakan
strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk menetapkan prioritas atau
tahapan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa di bawah supervise sekolah.
Misalnya: simulasi rapat penentuan prioritas kegiatan kesiswaan untuk satu
tahun mendatang. Dengan cara itu siswa akan mengerti dan terbiasa menentukan
prioritas dikaitkan dengan ketersediaan waktu atau dana.
9. Pertemuan Evaluasi dan Balikan (Feedback Evaluation)
Pertemuan Evaluasi dan Balikan (Feedback Evaluation), merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan untuk memberikan masukan terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah atas
dasar hasil monitoring kelompok siswa dan/atau guru yang sengaja ditugasi untuk
itu. Contohnya: simulasi dengar pendapat sekolah untuk mendapatkan masukan
pelaksanaan kebijakan larangan merokok di sekolah. Dengan cara ini siswa akan
selalu berpikir refleksi dan evaluative.
10. Pertemuan Refleksi Belajar (Selation on Learnings)
Pertemuan Refleksi Belajar (Selation on Learnings) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan pengendapan dan evaluasi terhadap proses dan/atau hasil belajar
setelah selesai satu atau beberapa pertemuan. Contohnya pertemuan untuk meminta
siswa menilai kemajuan belajarnya dalam satu semester. Dari pertemuan ini guru
akan memperoleh masukan dari siswa tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dalam
pembelajaran, dan siswa akan mendapatkan masukan tentang pencapaian kompetensi
yang dipersyaratkan dan tindak lanjut peningkatan intensitas belajar lebih
lanjut.
11. Forum Siswa (Student Presentation)
Forum Siswa (Student
Presentation), merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan
untuk member kesempatan siswa secara individual atau kelompok menyajikan
pendapatnya hasil pemahaman terhadap sumber informasi atau projek belajar yang
dilakukan atas tugas guru atau atas inisiatif sendiri. Misalnya, curah pendapat
(brainstorming) tentang pelanggaran
tata tertib lalu lintas. Dengan cara ini siswa akan terbiasa bertanggung jawab
atas pendapatnya dan mau mendengarkan pendapat orang lain, dan jika ternyata
salah mau mengakui kekurangannya itu.
12. Pertemuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Meeting)
Pertemuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Meeting) merupakan straegi pengembangan sikap
melalui pertemuan terencana untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan
sekitar atau lingkungan daerah atau nasional yang menyangkut kehidupan siswa,
seperti pemecahan masalah penyalahgunaan narkoba dikalangan siswa. Dengan cara
ini siswa akan terlatih memecahkan masalah melalui langkah berpikir kritis dan
kreatif.
13. Pertemuan Isue Akademis (Academic Issues)
Pertemuan Isue Akademis (Academic Issues) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan terencana untuk membahas masalah akademis. Misalnya, pembahasan
tentang isu tentang gizi, cara hidup sehat, perubahan cuaca, dan korupsi yang
terkait lingkungan daerah atau nasional yang tidak secara langsung menyangkut
kehidupan siswa, seperti pemecahan masalah busung lapar, flu burung, pemogokan
buruh. Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah akademis secara
popular melalui berpikir ilmiah secara kritis dan kreatif.
14. Pertemuan Perbaikan Kelas (Classsroom Improvement Meeting)
Pertemuan Perbaikan Kelas (Classsroom Improvement Meeting) merupakan strategi pengembangan
sikap melalui kelas untuk membahas atau memecahkan masalah yang menyangkut
kehidupan siswa di kelasnya atau sekolahnya, seperti pemecahan masalah bolos,
tata tertib sekolah. Contohnya diskusi tentang upaya memperbaiki situasi
sekolah. Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah yang ada di
kelasnya melalui langkah yang demokratis.
15. Pertemuan Tidak Lanjut (Follow Up Meeting)
Pertemuan Tidak Lanjut (Follow Up Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan terencana untuk membahas tindak lanjut dari suatu kegiatan berseri di
lingkungan sekolah. Misalnya, simulasi rapat penyusunan laporan kegiatan
sekolah. Dengan cara ini siswa akan terlatih menindak lanjuti suatu kegiatan
dengan langkah berpikir kritis, kreatif, dan prospektif.
16. Pertemuan Perencanaan (Planning Meeting)
Pertemuan Perencanaan (Planning Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemaun terencana untuk menyususn rencana bersama. Misalnya, merencanakan
piknik akhir tahun, pentas seni tahunan, pemilihan pengurus kelas atau OSIS.
Dengan cara ini siswa akan terlatih menyusun rencana yang layak melalui
kesepakatan.
17. Pertemuan Pengembangan Konsep (Concept Meeting)
Pertemuan Pengembangan Konsep (Concept Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap melalui
pertemuan terencana untuk menyusun suatu gagasan baru yang dimaksudkan untuk
mendapatkan bantuan, atau menyarankan pemecahan atas masalah yang cukup pelik.
Contohnya, diskusi kelompok untuk menyusun gagasan Desa Sejahtera, Sekolah
Teladan, Sekolah Unggulan, dan sebagainya. Denagn cara ini siswa akan terlatih
membangun kerangka konseptual dan mengajukan pemecahan secara konseptual untuk
memecahkan masalah.
18. Pembahasan Situasi Pelik (Stiky Situation)
Pembahasan Situasi Pelik (Stiky Situation) merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan
untuk memecahkan masalah yang terkait pada keadaan yang pelik atau dilematif.
Seperti, penetapan pilihkan membolehkan atau melarang siswa untukmelakukan
pendakian gunung atau kegiatan yang mengandung resiko. Denagn cara ini siswa
akan terlatih mempertimbangkan resiko dari setiap keputusan melalui langkah
berpikir kritis dan antisipatif.
19. Kotak Saran (Suggestion Box/ Class Box)
Kotak Saran (Suggestion
Box/ Class Box) merupakan strategi pengembangan sikap melalui pengumpulan
pendapat secara bebas dan rahasia untuk memecahkan masalah yang ada di
lingkungan sekolah atau lingkungan sekitar. Misalnya, masukan ke dalam kotak
ini pendapat Saudara tentang cara meningkatkan kegiatan sekolah kita. Denagn
cara ini siswa akan menyampaikan pendapat dan menghormati privacy atau hak
pribadi orang lain.
20. Pertemuan dalam Pertemuan (and Meeting and Meeting)
Pertemuan dalam Pertemuan (and Meeting and Meeting) merupakan strategi pengembangan sikap
melalui pertemuan kelompok kecil dalam konteks pertemuan klasikal atau pertemuan
besar. Dengan cara ini siswa akan terlatih dan selalu berusaha untuk
memelihara.
21. Model Pembelajaran Kooperatif
teknik JIGSAW (model Tim Ahli)
Dikemukakan
oleh Aronson, Blanney, dan Stephen, Sikes dan Snapp, tahun 1978. Pembelajaran
Kooperatif teknik Jigsaw adalah suatu pembelajaran kooperatif dimana dalam
proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas
yang berbeda. Anggota kelompok yang memperoleh tugas sama dikumpulkan jadi satu
dan membahas tugas tersebut (kelompok kooperatif). Tiap anggota setelah selesai
mengerjakan harus kembali ke kelompok semula untuk menyampaikan hasil
pembahasan (ahli informasi), sehingga kelompok
pembahas kembali ke kelompok semula dengan membawa berbagai informasi
permasalahan yang berbeda untuk disampaikan kepada teman sejawat dalam
kelompok.
Langkah-langkah
pembelajaran
a)
Siswa dibagi dalam
kelompok kecil @ 3-5 orang siswa
b)
Setiap anggota
kelompok diberi tugas yang berbeda
c)
Tiap siswa dalam
kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya
d)
Guru memerintahkan
siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut.
e)
Setiap siswa
kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya dilaporkan pada kelompok semua
(kelompok lama)
f)
Selesai diskusi
sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal (semula) untuk
menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergilir atau
bergantian dari tim ahli yang berbeda tugasnya.
g)
Stelah seluruh siswa
selesai melaporkan, guru menunjukkan salah satu kelompok untuk menyampaikan
hasilnya, dan siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapinya.
h)
Guru dapat
mengklarifikasi permasalahan serta disimpulkan.
22. Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian
besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi
pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
a)
Hasil belajar
akademik stukturalbertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik.
b)
Pengakuan adanya
keragamanBertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.
c)
Pengembangan
keterampilan socialBertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara
lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:
29), dengan tiga langkah yaitu:
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah
tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah
sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran
dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan
kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap
kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan
kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi
masalah
Dalam kerja kelompok,
guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada
dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil
nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru
menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi
kesimpulan
Guru bersama siswa
menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan
oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
a)
Rasa harga diri
menjadi lebih tinggi
b)
Memperbaiki kehadiran
c)
Penerimaan terhadap
individu menjadi lebih besar
d)
Perilaku mengganggu
menjadi lebih kecil
e)
Konflik antara
pribadi berkurang
f)
Pemahaman yang lebih
mendalam
g)
Meningkatkan kebaikan
budi, kepekaan dan toleransi
h)
Hasil belajar lebih
tinggi
23. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Strategi think pair share (TPS) atau berpikir
berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.Strategi think pair share ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.Pertama kali
dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang
dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa Think
Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana
pola diskusi kelas.
Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam think pair
share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau
siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru
menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan
dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya
jawab kelompok keseluruhan.Guru menggunakan langkah-langkah ( fase ) berikut:
Langkah 1 : Berpikir
( thinking ) : Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah.
Langkah 2 :
Berpasangan ( pairing ) : Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang
disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan
menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara
normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3 : Berbagi (
sharing ) : Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk
berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar
sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur
Tjokrodihardjo, (2003).
24. STAD (Student Team Achievement Division)
STAD
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks : Pengarahan,
buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara
kolaboratif, sajian-presentasi kelompok sehinggaterjadi diskusi kelas, kuis
individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor
tim dan individual dan berikan reward.(Ngalimun, 2012.) Strategi dan Model
Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
Informasi
dari sumber lain tentang STAD, yaitu :Metode STAD merupakan salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori Psikologi sosial. Dalam teori
ini sinergi yang muncul dalam kerja kooperatif menghasilkan motivasi yang lebih
daripada individualistik dalam lingkungan kompetitif. Kerja kooperatif
meningkatkan perasaan positif satu dengan lainnya, mengurangi keterasingan dan
kesendirian , membangun hubungan dan menyediakan pandangan positif terhadap
orang lain.
Model STAD ini mempunyai beberapa kelebihan antara
lain didasarkan pada prinsip bahwa para siswa bekerja bersama-sama dalam
belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan
juga dirinya sendiri, serta adanya penghargaan kelompok yang mampu mendorong para
siswa untuk kompak, setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk menunjang
timnya mendapat nilai yang maksimum sehingga termotivasi untuk belajar. Model
STAD memiliki dua dampak sekaligus pada diri para siswa yaitu dampak
instruksional dan dampak sertaan. Dampak instruksional yaitu penguasaan konsep
dan ketrampilan, kebergantungan positif, pemrosesan kelompok, dan kebersamaan.
Dampak sertaan yaitu kepekaan sosial, toleransi atas perbedaan, dan kesadaran
akan perbedaan. Kelemahan yang mungkin ditimbulkan dari penerapan metode STAD
ini adalah adanya perpanjangan waktu karena kemungkinan besar tiap kelompok
belum d a p a t menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan sampai tiap
anggota kelompok memahami kompetensinya.
25. Group
Investigation
Sharan tahun 1992 mengembangkan modal pembelajaran kooperatif teknik
investigasi kelompok. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk membina sikap tanggung
jawab dan kerjasama dalam kelompok dan sikap saling menghargai pendapat anggota
kelompok serta membiasakan untuk berani mengemukakan pendapat.
Langkah-langkah
pembelajaran:
a.
Guru
membagi kelas menjadi beberapa kelompok heterogen
b.
Guru
menjelaskan maksud pembelajaran untuk mengambil materi tugas yang berbeda untuk
dikerjakan
c.
Guru
memanggil ketua masing-masing kelompok untuk mengambil materi tugas yang
berbeda untuk dikerjakan
d.
Masing-masing
kelompokmembahas materi secara kooperatif dalam kelompoknya
e.
Setelah
selesai, lewat juru bicara(misal ketua kelompoknya) menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya
f.
Kelompok
yang lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasan
g.
Guru
memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan
memberikan kesimpulan
h.
Evaluasi
26. Cooperative
Script
Danserau, dkk 1985 mengembangkan model
pembelajaran Cooperative Script : merupakan cara-cara belajar dimana siswa
bekerjasama berpasang-pasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan
bagian-bagian dari materi pelajaran yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajaran
a.
Guru
membagi siswa untuk berpasang-pasangan
b.
Guru
membagikan wacana/materi kepada setiap siswa pasangan untuk dibaca dan membuat
ikhtisar(ringkasan)
c.
Guru
dan siswa menetapkan pasangan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar
d.
Pembaca
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide dalam
ringkasannya. Sementara pendengar(anggota pasangan lain) memperhatikan,
mengkoreksi, menunjukkan ide-ide yang kurang lengkap serta membantu mengingat,
menghafal ide-ide pokok serta menghubungkan materi sebelumnya
e.
Bertukar
peran, semula sebagai pembicara, sebaliknya pendengar sebagai pembicara dan
dilakukan seperti diatas secara bergantian
f.
Guru
menyimpulkan pokok-pokok hasil pembahasan
g.
Evaluasi
27. Make
a Match(mencari pasangan)
Dalam rangka membina keterampilan menemukan informasi dan kerjasama
dengan orang lain serta membina tanggungjawab untuk memecahkan masalah yang
dihadapi melalui kartu permasalahan, maka Lorna Curran, tahun 1994
mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik “Make a Match” atau mencari
pasangan.
Langkah-langkah
pembelajaran
a.
Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian kartu lainnya
jawaban
b.
Setiap
siswa mendapat satu buah kartu
c.
Tiap
siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegang
d.
Setiap
siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartu jawabannya
e.
Setiap
siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu habis mendapatkan
poin. Hadiah.
f.
Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dri
sebelumnya
g.
Demikian
seterusnya
h.
Guru
menyimpulkan secara keseluruhan dari isi materi pembelajaran melalui
kartu-kartu tersebut
i.
Evaluasi
28. Model
Pembelajaran Debate
Dalam rangka mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan
mempertahankan pendapatnya serta membina tanggungjawab kebersamaan dalam
mempertahankan ide-ide/gagasannya perlu dibelajarkan model pembelajaran
“Debate.”
Langkah-langkah
pembelajaran
a.
Guru
membagi dua klompok peserta debat, yaitu kelompok pro dan kelompok kontra
b.
Guru
memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh ketua kelompok
debat
c.
Setelah
selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara dan kelompok kontra untuk menanggapinya. Begitu seterusnya kelompok
pro merespon balik tanggapan kelompok kontra sampai sebagian besar siswa dapat
mengemukakan pendapatnya
d.
Sementara
siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti dari ide-ide setiap
pembicaraan di papan tulis, sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e.
Guru
menambahkan konsep, ide yang belum terungkap serta mengklarifikasinya
f.
Dari
ide/gagasan tertulis di papan tulis tersebut, guru mengajar siswa untuk membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik meteri/kompetensi yang ingin
dicapai
29. Model
Pembelajaran Berbasis Portofolio
Dalam hal ini portofolio diartikan sebagai “suatu kumpulan pekerjaan
siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan
yang ditentukan.” Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang
siswa, tetapi dalam hal ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari siswa
satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif dalam memilih,
membahas, mencari data, mengolah data, menganalisa, dan mencari pemecahan
terhadap suatu masalah yang dikaji.
Langkah-langkah
pembelajaran
a.
Identifikasi
masalah : proses pembelajaran diawali dengan adanya masalah-masalah yang
menghendaki pemecahan. Peserta didik dilatih agar memiliki kepekaan dan tanggap
terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat
b.
Menentukan
satu masalah kajian kelas. Peserta didik dalam satuan kelas menentukan skala
prioritas melalui cara-cara yang demokratis untuk menentukan secara cerdas satu
masalah diantara berbagai masalah yang ada dijadikan bahan kajian bersama
c.
Mengumpulkan
data dan informasi. Dalam rangka mencari
solusi terhadap masalah kajian kelas, peserta didik belajar menggali, mencari,
mengumpulkan, memilih dan memilah data dan informasi yang diperlukan melalui
cara-cara ilmiah dan demokratis dari berbagai sumber data dan informasi secara
individual maupun kelompok di bawah bimbingan guru
d.
Mengembangkan
portofolio. Setelah memiliki data dan informasi yang cukup peserta didik
membuat portofolio. Kelas dibagi kedalam empat kelompok. , masing-masing
kelompokmmembuat portofolio(satu portofolio tayangan dan satu portofolio
dokumentasi) dengan masing masing judul yang berbeda tetapi masih dalam satu
topik/tema, misalnya
1)
Kelompok
1 : membuat portofolio tentang “penjelasan masalah”
2)
Kelompok
2 : membuat portofolio tentang “kebijakan-kebijakan alternatif”
3)
Kelompok
3 : membuat portofolio tentang “kebijakan kelas”
4)
Kelompok
4 : membuat portofolio tentang “rncana tindakan.”
e.
Gelar
kasus (show case). Peserta didik mempresentasikan portofolio yang telah dibuatnya
dihadapan dewan juri dalam bentuk dengar pendapat (public hearing). Kegiatan
ini merupakan ajang unjuk kemampuan pembelajaran dan sekaligus sebagai bentuk
pertanggungjawaban akademik atas proses dan hasil belajar yang dicapai
f.
Refleksi.
Ini merupakan bentuk kegiatan dimana siswa merefleksikan seluruh pengalaman
belajarnya. Dari kegiatan refleksi ini peserta didik dapat menyadari
kelemahan-kelemahan dan keunggulan-keunggulan proses belajarnya guna menentukan
langkah-langkah perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Peserta didik
dapat pula mengembangkan berbagai pengalaman emosional-psikologis, suka-duka,
dan berbagai keceriaan dan menjalani kegiatan belajarnya.
B. Model Pembelajaran Tematik di
Sekolah Dasar
1.
Pengertian
Pembelajaran Tematik
Ditinjau dari pengertiannya, pembelajaran adalah
pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang
individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Menurut Yunanto
(2004:4), “Pembelajaran merupakan pendekatan belajar yang memberi ruang kepada
anak untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar.”
“Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraa” Depdiknas (2007:226). Selanjutnya menurut Kunandar
(2007:311), “Tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep
kepada anak didik secara utuh.” Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan
maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya
perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pemmbelajaran yang melibatkan
beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.
Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu,
aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu yang menggunakan tema
sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata pelajaran dan
diberikan dalam satu kali tatap muka.
Pembelajaran tematik dikemas dalam suatu tema atau
bisa disebut dengan istilah tematik. Pendekatan tematik ini merupakan satu usaha
untuk mengintegrasikan pengetahuan, kemahiran dan nilai pembelajaran serta
pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dengan kata lain pembelajaran tematik adalah pembelajaran
yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna
karena dalam pembelajaran tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya. Pendekatan ini berangkat dari teori
pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar
pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini
dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa
pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada
penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing)
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau
gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan dengan tema diharapkan akan memberikan
banyak keuntungan, di antaranya:
a)
Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema
tertentu,
b)
Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
c)
Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan;
d)
Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
e)
Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar
karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
f)
Siswa lebih bergairah belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam
satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
g)
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang
disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,
pemantapan, atau pengayaan.
2.
Landasan
Pembelajaran Tematik
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, (3) humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
pembelajaran sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan
memperhatikan kemampuan siswa.
Aliran konstruktivisme
melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi bentukan
manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek,
fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Sedangkan aliran humanisme
melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasannya, potensinya, dan motivasi
yang dimilikinya.
Landasan Psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi
perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
diperlukan terutama dalam menentukan isi atau materi pembelajaran tematik yang
diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan
tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam
hal bagaimana isi atau materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada
siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan
yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya (Pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan barhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
(Bab V Pasal 1-b).
3.
Prinsip
Dasar Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki satu tema yang aktual,
dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi
alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran. Pembelajaran
tematik perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling
terkait.
Materi-materi dalam pembelajaran tematik yang dipilih
dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Misalnya ada materi pengayaan
horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam GBPP. Namun
penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada
tujuan pembelajaran.
Pembelajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan
tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus
mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam
kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu
mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan
pengetahuan awal. Materi pelajaran yang dipadukan tidak perlu terlalu
dipaksakan, artinya materi yang tidak mungkin dipadukan, tidak usah dipadukan.
4. Karakteristik
Pembelajaran Tematik
Dalam Model Pembelajaran Tematik di kelas awal yang
diterbitkan Balitbang Diknas, tahun 2006 dikemukakan bahwa sebagai suatu model
pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a) Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student
centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih
banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa
untuk melakukan aktivitas belajar.
b) Memberikan
pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman
langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung
ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk
memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c) Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata
pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d) Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa
mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
e) Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana
guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan
siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g)
Menggunakan
prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
5. Manfaat
Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada
keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman
langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan
bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema
ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu:
a)
Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan
indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang
tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
b)
Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna
sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan
tujuan akhir,
c)
Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat
pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah.
d)
Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka
penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara
lain adalah sebagai berikut:
a) Tersedia
waktu lebih banyak untuk pembelajaran.
b) Materi
pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan
sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran.
c)
Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat
diajarkan secara logis dan alami. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan
kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau
bahkan empat dinding kelas.
d) Guru dapat
membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan. Guru
bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut
pandang.
e)
Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi.
Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan
kolaborasi.
Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain
adalah sebagai berikut:
a) Bisa lebih
memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
b)
Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum
dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.
c)
Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang
dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk
membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
d)
Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam
dan di luar kelas.
e)
Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan
ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.
6. Aktifitas Minds-on
Siswa dalam Pembelajaran Tematik
Berpikir dianggap sebagai suatu proses kognitif, suatu
aktifitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Proses berpikir dihubungkan
dengan pola perilaku yang lain yang memerlukan keterlibatan aktif pemikir.
Piaget (dalam Karli,2004) berpendapat bahwa pada kognisinya, setiap orang memiliki
pengaturan dari dalam (self-regulation) yang berkembang sepanjang
hidupnya seperti kematangan pengalaman, transmisi sosial dan ekuilibrasi.
Piaget mengungkapkan bahwa proses perolehan pengetahuan diawali dengan
terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat diatasi melalui self regulation
sehingga pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari
hasil interaksi dengan lingkungannya.
Penerapan pembelajaran terpadu dapat membantu
mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dimana siswa dihadapkan pada
konsep-konsep yang dapat ditinjau dari berbagai bidang studi, dari berbagai
sudut pandang. Disini siswa belajar untuk menganalisis konsep tersebut dan
kemudian menemukan pola hubungan diantara konsep tersebut. Pembelajaran terpadu
sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional yang menjejali siswa dengan
ingatan dan hapalan semata dan miskin dengan aktifitas dalam perolehan
pengetahuan tersebut. Menurut Wadsworth (dalam Suparno,2003,141) mengingat dan
menghafal tidak dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan
tersebut tidak memasukkan proses asimilasi dan pemahaman.
Piaget berpendapat, bahwa pengetahuan itu dibentuk
sendiri oleh murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang
dipelajarinya. Oleh karena itu, kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya
sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam system piaget. Proses balajar
harus membantu dan memungkinkan murid aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Dalam hal ini, penekanan pembelajaran aktif terletak pada kebutuhan dan
kemampuan siswa atau student centre bukan teacher centre.
Menurut Piaget, seorang anak mempunyai cara berfikir
yang berbeda secara kualitatif dengan ornag dewasa dalam melihat dan
mempelajari realitas. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru
seyogyanyalah memahami cara berfikir murid dalam memandang suatu objek yang
dipelajarinya. Guru hendaknya menyediakan bahan belajar yang sesuai dengan
taraf perkembangan kognitif anak agar dapat memudahkan mereka menuntaskan
materi pelajaran yang diberikan dan lebih berhasil dalam membentuk konstruksi
pengetahuan dalam fikiran anak tersebut.
Anak dapat mengkonstruksi pengetahuannya dengan baik,
jika ia diberi peluang untuk dapat aktif berinteraksi dalam pembelajaran, baik
dengan guru, media pengajaran, lingkungan sosial, dan sebagainya. Dengan
belajar secara aktif, anak dapat mengolah bahan belajar, bertanya secara aktif,
dan mencerna bahan dengan kritis, sehingga mampu memecahkan permasalahan,
membuat kesimpulan dan bahkan merumuskan suatu rumusan menggunakan kata-kata
sendiri. Peran guru sebagai fasilitator, dan motivator sangat penting bagi
keberhasilan anak dalam mengkonstruksi pengetahuannya, dan guru bukanlah
sebagai pentransfer ilmu pengetahuan semata.
Pembelajaran tematik membuka peluang yang sangat besar
untuk penciptaan situasi belajar tersebut, dimana guru bertindak sebagai
fasilitator dan motivator sementara siswa aktif membangun pengetahuannya
berdasarkan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran
tematik memberi kesempatan pada siswa dalam rangka menemukan dan membangun
pengetahuannya, dengan memberikan keleluasaan pada siswa untuk mengungkapkan
gagasannya, pemikirannya, dan rasa keingintahuannya akan objek belajar yang
dipelajarinya, baik secara lisan dan tulisan. Disini peranan guru sebagai
jembatan antara anak dengan pengetahuan untuk meminimalkan terjadinya
miskonsepsi anak terhadap suatu konsep atau materi pelajaran.
Piaget mengemukakan bahwa ada dua hal yang dapat
menjadi motivasi intrinsik dalam diri seseorang, yaitu : adanya proses
asimilasi dan adanya situasi konflik yang merangsang seseorang melakukan
akomodasi. Tindakan asimilasi ini akan menghubungkan pengetahuan yang sudah
dimiliki seseorang dengan hal baru yang sedang dipelajari atau ditemukannya.
Agar proses adaptasi dan asimilasi ini berjalan baik, diperlukan kegiatan
pengulangan dalam suatu latihan atau praktik. Pengetahuan baru yang telah
dikonstruksikan perlu dilatih dengan pengulangan agar semakin bermakna bagi
dirinya.
Dalam pembelajaran tematik memiliki karakteristik
sangat fleksibel dalam penerapannya memberikan peluang bagi siswa untuk dapat
melakukan proses pengulangan dalam praktek atau latihan, mengingat pembahasan
mengenai suatu tema tertentu memakan waktu yang cukup lama, berkisar 1-3 minggu
tergantung pada jumlah kompetensi dan materi yang dikaitkan dalam tema
tersebut.
Sementara itu, keadaan konflik kognitif, menurut
Piaget, diperlukan untuk merangsang seseorang mengadakan akomodasi atau
perubahan pengetahuan. Dalam menyusun pembelajaran tematik, guru dalam hal ini
memerlukan penguasaan terhadap tanda-tanda konflik dan tahu bagaimana
menciptakan konflik agar murid tertantang secara kognitif untuk mengubah dan
mengembangkan pengetahuannya.
Piaget juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif
anak juga tergantung pada interaksi unsur-unsur lain, seperti kematangan diri
dan transmisi sosial. Oleh karena itu dalam lingkungan sekolah, perlu
diperhatikan tingkat kematangan murid untuk menangkap pelajaran dan bagaimana
mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial mereka, seperti pertemanan. Hal ini
dapat dilakukan dalam pembelajaran tematik, dimana kegiatan pembelajaran bagi
siswa melibatkan aktifitas siswa secara bervariasi tergantung tujuan dan
kebutuhan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas tidak hanya bersifat DDHC (duduk,
dengar, hapal dan catat) saja, melainkan dilakukan secara berkelompok baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dapat pula mendatangkan nara sumber lain
yang merupakan ahli di bidangnya untuk memperkuat konsep yang dimiliki oleh siswa
yang sesuai dengan tema yang dibahas pada saat itu. Hal ini tentu dapat
mengembangkan aktifitas minds-on siswa.
Minds-on atau
keterampilan berpikir termasuk ke dalam ranah kognitif. Istilah kognitif itu
sendiri berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to
know). Istilah kognitif ini erat kaitannya dengan konsep intelektual atau
intelegensia. Claparede dan Stern mendefinisikan intelegensia sebagai suatu
adaptasi mental pada lingkungan baru (Depdiknas. 2007). Intelegensia adalah
potensi biopsikologis yang ditentukan oleh faktor genetik dan sifat-sifat
psikologinya, mulai dari kekuatan kognitifnya sampai dengan kecenderungan
kepribadiannya.
Untuk dapat menyusun sebuah pembelajaran tematik yang
menitikberatkan pada aktifitas minds-on maka seorang guru hendaklah
memahami klasifikasi keterampilan berpikir apa yang hendak dikembangkan pada
diri siswa seperti yang diungkapkan oleh Presseisen, dan taksonomi belajar yang
dikemukakan oleh Benjamin S.Bloom pada tahun 1956. Kemampuan berpikir seseorang
dapat berupa keterampilan yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati,
antara lain pemahaman informasi, pengelolaan gagasan, penilaian terhadap
informasi atau perilaku. Kemampuan berpikir menurut Taksonomi Bloom diatur ke
dalam enam tingkatan, yaitu dari yang terendah (knowledge) hingga yang
tertinggi (evaluation). Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan
intelektual.
a) Evaluasi (Evaluation)
b)
Sintesis (Synthesis)
c)
Analisis (Analysis)
d)
Aplikasi (Application)
e)
Pemahaman (Comprehension)
f)
Pengetahuan (Knowledge)
7.
Kelebihan dan Kekurangan Model
Pembelajaran Tematik
Dalam suatu model pembelajaran pasti
akan terdapat suatu kekurangan, seideal apapun suatu model pembelajaran, pasti
akan terdapat suatu kekurangan. Dimana terdapat ketidak sesuaian, ketidak
sesuaian tersebut pasti terdapat dalam salah satu aspek-aspek tertentu.
Mengingat bahwa makalah ini
menjelaskan tentang model pembelajaran tematik, maka dari itu penulis akan
menguraikan kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran tematik.
Menurut Kunandar (2007: 315), model
pembelajaran tematik mempunyai beberapa kelebihan yakni:
a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Hasil belajar dapat bertahan lama
karena lebih berkesan dan bermakna.
d.
Mengembangkan keterampilan berpikir
peserta didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi.
e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
f. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain kelebihan-kelebiha model
pembelajaran tematik yang dipaparkan di atas, model pembelajaran tematik ini
pun memiliki beberapa kelemahan. Yang menjadi kelemahan dalam model
pembelajaran tematik tersebut adalah apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya
seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga
dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan
materi pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran
tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah
narasi yang kering tanpa makna.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model-model
pembelajaran tematik meliputi Pertemuan Kelas Berita Baru (Good New Class Meeting), Cambuk Bersiklus (Circle Whip), Waktu Untuk Penghargaan (Appreciation Time), Waktu Untuk Terhormat (Compliment Time), Pertemuan Perumusan Tujuan (Goal Setting Meeting), Pertemuan Legislasi (Rule Setting Meeting), Pertemuan Evaluasi Aturan (Rule Evaluating Meeting), Pertemuan
Perumusan Langkah Kegiatan (Stage Setting
Meeting), Pertemuan Evaluasi dan Balikan (Feedback Evaluation), Pertemuan Refleksi Belajar (Selation on Learnings), Forum Siswa (Student Presentation), Pertemuan
Pemecahan Masalah (Problem Solving
Meeting), Pertemuan Isue Akademis (Academic
Issues), Pertemuan Perbaikan Kelas (Classsroom
Improvement Meeting), Pertemuan Tidak Lanjut (Follow Up Meeting), Pertemuan Perencanaan (Planning Meeting), Pertemuan Pengembangan Konsep (Concept Meeting), Pembahasan Situasi
Pelik (Stiky Situation), Kotak Saran
(Suggestion Box/ Class Box) dan
Pertemuan dalam Pertemuan (and Meeting
and Meeting).
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraan.
Pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut
1.
Berpusat pada siswa
2.
Memberikan pengalaman langsung
3.
Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
4.
Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
5.
Bersifat fleksibel
6.
Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan
siswa
7.
Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan
menyenangkan
Manfaat pembelajaran tematik pembelajaran tematik lebih menekankan
pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses
pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih
untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui
pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan
bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak.
B. Saran
Dalam pengembangan pembelajaran dapat menggunakan
metode-metode yang ada dengan cara menyesuaikan materi dengan metode yang pas.
Implementasi model pembelajaran
tematik ini memerlukan adanya dedikasi yang tinggi dari pihak guru.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan model pembelajaran
ini yaitu sangat membutuhkan adanya kreativitas guru. Kreativitas guru yang diperlukan,
di antaranya (a) kreatif dalam memilih tema dan topik yang harus dikaitkan
dengan kebutuhan perkembangan dan minat peserta didik, dalam hal ini terkait
dengan kreatif dalam memilih bahan ajar yang relevan dengan tema dan topik
tersebut, (b) kreatif dalam membuat variasi keterpaduan baik intra maupun
antarbidang studi, (c) kreatif dalam mengelola kelas, dan (d) kreativitas dalam
menciptakan aktivitas belajar yang bermakna sehingga dapat menumbuhkembangkan
kecerdasan majemuk peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdiknas.
2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta.
Kunandar.
2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) da Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Walfarianto.
2009. Pendidikan PKn SD. Yogyakarta
Wirawan, Sarlito. (1978). Berkenaan dengan
Aliran-Aliran dan Tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
0 komentar: